3.3 Operant Conditioning menurut Burrhus Frederic Skinner
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh
behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant
conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar.
Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning
klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar
dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku
antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat.
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif
atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah
dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu
yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena
dorongan lapar tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus
bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol,
makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai
peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus
respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk
penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk
penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip
Skinner antara lain :
1.
Hasil belajar harus
segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguatan.
2.
Proses belajar harus
mengikuti irama dari yang belajar.
3.
Materi pelajaran,
digunakan sistem modul.
4.
Dalam proses
pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
5.
Dalam proses
pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
6.
Tingkah laku yang
diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
mengunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7.
Dalam pembelajaran
digunakan shaping.
3.4 Social Learning menurut Albert
Bandura
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare
alberta berkebangsaan Canada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori
belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara
persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi
adalah:
1.
Perhatian, mencakup
peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan atau proses
mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.
Reprodukdi motorik,
mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.
Motivasi, mencakup
dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model
atau teladan mempunyai prinsip sebagai berikut:
1.
Tingkat tertinggi
belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan
mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2.
Individu lebih menyukai
perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3.
Individu akan menyukai
perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori
Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial
membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan
bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku
pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
4. Teori Belajar
Kognitivisme
Berbeda dengan teori behavioristik,
teori kognitivismelebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajarnya. Teori ini
mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitivisme
juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan
dengan seluruh konteks situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, pengolahan informasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Prinsip umum teori Belajar Kognitivisme,
antara lain:
a. Lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil
b. Disebut
model perseptual
c. Tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya
d. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang Nampak
e. Memisah-misahkan
atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang
kecil-kecil dan memperlajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
f. Belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
g. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
h. Dalam
praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap perkembangan(J.
Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman konsep (Bruner), Hierarki
belajar (Gagne), Webteaching (Norman)
i.
Dalam kegiatan
pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat dipentingkan
j.
Materi pelajaran
disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks
k. Perbedaan
individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi keberhasilan
siswa belajar.
4.1
Teori Belajar menurut Gestalt
Pandangan para ahli psikologi Gestalt tentang belajar
berbeda dengan ahli psikologi asosiasi. Psikologi Gestalt memandang bahwa
belajar terjadi jika diperolah insight (pemahaman). Insight timbul secara
tiba-tiba, jika individu telah dapat melihat hubungan antara unsur-unsur dalam
situasi problematis. Dapat pula dikatakan bahwa insight timbul pada saat
individu dapat memahami struktur yang semula merupakan suatu masalah. Dengan
kata lain insight adalah semacam reorganisasi pengalaman yang terjadi secara
tiba-tiba, seperti ketika seseorang menemukan ide baru atau menemukan pemecahan
suatu masalah. (Gagne, 1970; 14)
Belajar dengan
insight (insight learning) sebagai dasar teori Gestalt tercermin dalam tulisan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler (1929) dan Kurt Koffka
(1929). Kohler melakukan percobaan terhadap seekor chimpanzee (simpanse) yang
dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Di atas kandang terdapat pisang dengan
hanya menjulurkan tangan, pisang tidak dapat dijangkau. Dalam kandang terdapat
tiga buah kotak. Dalam situasi demikian, simpanse selalu berupaya untuk
menjangkau pisang. Akhirnya ia menemukan hubungan antara dirinya, tiga buah
kotak, dan pisang. Dengan menumpukkan ketiga kotak tersebut, ia dapat
menjangkau pisang begitu berdiri di atasnya. Kohler menamakan hal ini dengan
insight. Insight diperoleh secara tiba-tiba begitu ia menemukan hubungan antara
unsur-unsur dalam situasi yang semula merupakan suatu masalah bagi dirinya.
Max Wartheimer (1945) dan Katona (1940) mencoba
mempelajari tentang insight pada manusia. Wartheimer menggambarkan bagaimana
siswa dapat memecahkan soal geometri. Dengan hanya mengetahui rumus luas sebuah
segiempat, disuruh memecahkan sebuah soal, mencari sebuah luas sebuah jajargenjang.
Sementara siswa ada yang mengalihkan panjang dengan lebar (analogi dengan rumus
luas segiempat). Tentu hal ini merupakan cara yang salah. Tetapi siswa lain
yang dapat melihat inti dari struktur jajargenjang mendapatkan bahwa dengan
menarik sebuah diagonal akan didapat dua buah segitiga sama dan sebangun
(kongruen). Dengan mencari luas sebuah segitiga dikalikan dua, siswa tersebut
memperoleh pemecahan soal. Jadi, insight pada dasarnya dapat pula diperoleh
dengan melihat struktur essensial dalam situasi problematis.
Jika kita kaji lebih jauh, ternyata teori Gestalt itu
berlandaskan pada segi kognitif. Sedangkan teori asosiasi berlandaskan pada
hubungan S R. jadi jika
dikelompokkan dasar dari teori-teori belajar, kita dapati dua macam landasan,
yaitu asosiasi dan kognitif. Pemahaman tentang hal ini dapat membantu dalam
meperluas cakrawala wawasan kita Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu
tentang mengajar dan belajar.
4.2 Teori Belajar
menurut Jerome S.Bruner
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner
(dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep
merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir
yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang selama ini diberikan di
sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang
mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat
penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin mempunyai
konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang
dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan
(discovery learning).
Bruner
menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahapyaitu:
1. Tahapan Enaktif yaitu
tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya. (gigitan, sentuhan, pegangan).
2. Tahapan Ikonikyaitu
tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan.
3. Tahapan Simboliktahap
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa,
logika, matematika).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
a.
Perkembangan kognitif ditandai
dengan adanya kemajuan menaggapi rangsang
b.
Peningkatan pengatahun bergantung
pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realistis
c.
Perkembangan intelektual
meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang
lain
d.
Interaksi secara sistematis
diperlukan antara pembimbing, guru dan anak untuk perkembangan
kognitifnya
e.
Bahasa adalah kunci
perkembangan kognitif
f.
Perkembangan kognitif ditandai
dengan kecakapan untuk mengemukakan bebrapa alternatisf secara simultan,
memilih tindakan yang tepat.
4.3 Teori Belajar menurut David Ausubel
Menurut
Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif. Teori ini banyak memusatkan
perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Ausubel
memisahkan antara belajar bermakna(meaningful
learning) dengan
belajar menghafal(rote learning). Ketika seorang peserta didik
melakukan belajar dengan menghafal, maka ia akan berusaha menerima dan
menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Hal ini
berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar bermakna ini terdapat dua
komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan struktur kognitif yang
ada pada individu.
Struktur kognitif ini
adalah jumlah, kualitas,
kejelasan dan pengorganisasian
dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu.
Singkatnya, inti
dari teori David P.
Ausubel tentang belajar
adalah belajar bermakna, yaitu
suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Trianto, 2007: 25).
Kebermaknaan diartikan sebagai
kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau
bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak
dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar
siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri
semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan
banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh
berarti baginya.
Seandainya siswa sudah seorang ahli
dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu
tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga
berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang
penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk
mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna
(meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang
akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang
dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar seharusnya
merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di
asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya.Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
·
Materi yang secara
potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
·
Diberikan dalam situasi
belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal
ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut
apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak
dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka,
belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta
didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan
materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki
siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau
yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan
belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar
penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramah pun, asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
Beberapa Prinsip Teori Ausubel
yaitu:
a. Proses
belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
tlah dimilikinya dengan pengetahuan baru.
b. Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memamahi makna
stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
c. Siswa
lebih ditekankan unuk berpikir secara deduktif (konsep advance organizer).
5. Kelebihan dan Kekurangan dalam Teori – Teori Belajar
5.1
KelebihanTeori Belajar Behaviorisme
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi
dan kondisi belajar.
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaanyang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
2. Guru tidak banyak memberikan ceramah
sehingga muriddibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan.
3. Teori ini cocok diterapkan untuk
melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti
diberi permen atau pujian.
5.2 Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme
1. Memandang belajar sebagai kegiatan
yang dialami langsung, padahal belajar
adalah kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat
kecuali melalu gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat
otomatis-mekanis sehingga terkesan
seperti mesin atau robot,
padahal manusia mempunyai kemampuan
self control yang bersifat
kognitif, sehingga, dengan kemampua ini, manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai
dengan dirinya.
3. Proses belajar manusia yang
dianalogikan dengan hewan sangat sulit
diterima, mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan
manusia.
5.3 Kelebihan Teori Belajar Kognitivime
1. Sebagian besar dalam kurikulum
pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori kognitif yang
mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
2. Pada metode pembelajaran kognitif
pendidik hanya perlu memeberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk
pengembangan dan kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik
hanya perlu memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah
diberikan.
3. Dengan menerapkan teori kognitif ini
maka pendidik dapat memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik
untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada pembelajaran
kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat peserta didik untuk selalu
mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
4. Menurut para ahli kognitif itu sama
artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru
dari hal yang sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta
didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
5.4 Kekurangan Teori Belajar Kognitivime
1. Pada dasarnya teori kognitif ini
lebih menekankan pada kemampuan ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan
masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di
sini adalah selalu
menganggap semua peserta
didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan
tidak dibeda-bedakan.
2. Dalam metode ini tidak memperhatikan
cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan
dan cara-cara peserta
didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya
masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
3. Apabila dalam
pengajaran hanya menggunakan
metode kognitif, maka
dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang
diberikan.
4. Jika dalam sekolah kejuruan hanya
menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka
peserta didik akan
kesulitan dalam praktek
kegiatan atau materi.
5. Dalam menerapkan
metode pembelajran kognitif
perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan
suatu materi yang telah diterimanya.
6. Aplikasi Teori –
Teori Belajar
6.1 Aplikasi Teori Belajar Behaviorisme
a. Guru menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap , materi disampaikan secara utuh oleh guru. Pembelajaran dirancang dan berpijak pada
teori behavioristic memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap,
tidak berubah.
b. Guru tidak banyak memberikan
ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh- contoh
c. Bahan pelajaran disusun dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks
d. Pembelajaran berorientasi pada hasil
yang dapat diukur dan diamati
e. Kesalahan harus segera diperbaiki
f. Pengulangan dan latihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan
g. Evaluasi atau penilaian didasari
atas perilaku yang tampak.
6.2 Aplikasi Teori
Belajar Kognitivisme
Ada dua
kajian mengenai teori
kognitif yang penting
dalam perancangan pembelajaran,
yaitu: (1) teori tentang struktur representasi kognitif, dan (2) proses ingatan
(memory). Struktur kognisi didefinisikan sebagai struktur organisasional yang
ada dalam ingatan seseorang ketika mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan
yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Proses ingatan merupakan
pengelolaan informasi di dalam ingatan (memory) dimulai dengan proses
penyandian informasi (coding), diikuti penyimpanan informasi (strorage), dan
kemudian mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah di simpan dalam
ingatan (retrieval).
Untuk mengaplikasikannya dalam proses
belajar dan pembelajaran meliputi:
a) Keterlibatan
siswa secara aktif amat dipentingkan
b) Pembelajar akan lebih mampu
mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun dalam pola
dan logika tertentu,
c) Penyusunan materi pelajaran harus
dari yang sederhana ke yang rumit,
d) Belajar dengan memahami lebih baik
daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian, dan
e) Adanya perbedaan individual pada
pembelajar harus diperhatikan.
7. Prinsip-Prinsip
Pembelajaran
Dalam melaksanakan pembelajaran, agar
dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip
pembelajaran. Prinsip pembelajaran bila diterapkan dalam proses pengembangan
pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih
optimal.
Beberapa prinsip
pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman (Fillbeck: 1974) sebagai berikut:
a)
Respon-respon
baru (new responses) diulang sebagai
akibat dari respons yang terjadi sebelumnya. Implikasinya adalah perlunya
pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respons yang
benar dari siswa; siswa harus aktif membuat respons, tidak hanya duduk diam dan
mendengarkan saja.
b)
Perilaku
tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh
kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa. Implikasinya adalah perlunya
menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa sebelum pelajaran
dimulai agar siswa bersedia belajar lebih giat. Juga penggunaan berbagai metode
dan media agar dapat mendorong keaktifan siswa dalam proses belajar.
c)
Perilaku
yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang
frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan. Implikasinya
adalah pemberian isi pembelajaran yang berguna pada siswa di dunia luar ruangan
kelas dan memberikan balikan (feedback)
berupa penghargaan terhadap keberhasilan mahasiswa. Juga siswa sering diberikan
latihan dan tes agar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baru dikuasainya
sering dimunculkan pula.
d)
Belajar
yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer
kepada situasi lain yang terbatas pula. Implikasinya adalah pemberian kegiatan
belajar kepada siswa yang melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan
dunia nyata. Juga penyajian isi pembelajaran perlu diperkaya dengan penggunaan
berbagai contoh penerapan apa yang telah dipelajarinya. Penyajian isi
pembelajaran perlu menggunakan berbagai media pembelajaran seperti gambar,
diagram, film, rekaman audio/video, komputer, serta berbagai metode pembelajaran
seperti simulasi, dramatisasi dan lain sebagainya.
e)
Belajar
menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang
kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah. Implikasinya adalah
perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif tapi juga
yang negatif.
f)
Situasi
mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan
ketekunan siswa selama proses siswa belajar. Implikasinya adalah pentingnya
menarik perhatian siswa untuk mempelajari isi pembelajaran, antara lain dengan
menunjukkan apa yang akan dikuasai siswa setelah selesai proses pembelajaran,
bagaimana menggunakan apa yang dikuasainya digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, bagaimana prosedur yang harus diikuti atau kegiatan yang harus
dilakukan siswa agar mencapai tujuan pembelajaran dan sebagainya.
g)
Kegiatan
belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik
menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa. Implikasinya adalah guru harus
menganalisis pengalaman belajar siswa menjadi kegiatan-kegiatan kecil, disertai
latihan dan balikan terhadap hasilnya.
h)
Kebutuhan
memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi
dengan mewujudkannya dalam suatu model. Implikasinya adalah penggunaan media
dan metode pembelajaran yang dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada
siswa seperti model, realia, film, program video, komputer, drama, demonstrasi
dan lain-lain.
i)
Keterampilan
tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang telah
sederhana. Implikasinya adalah tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam
bentuk hasil belajar yang operasional. Demonstrasi atau model yang digunakan
harus dirancang agar dapat menggambarkan dengan jelas komponen-komponen yang
termasuk dalam perilaku/keterampilan yang kompleks itu.
j)
Belajar
akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang
kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya. Urutan pembelajaran harus
dimulai dari yang sederhana secara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks;
kemajuan siswa dalam menyelesaikan pembelajaran harus diinformasikan kepadanya.
k)
Perkembangan
dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada
yang lebih lambat. Implikasinya adalah pentingnya penguasaan siswa terhadap
materi prasyarat sebelum mempelajari materi pembelajaran selanjutnya; siswa
mendapat kesempatan maju menurut kecepatan masing-masing.
l)
Dengan
persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan
belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya sendiri untuk
membuat respons yang benar. Implikasinya adalah pemberian kemungkinan bagi
siswa untuk memilih waktu, cara dan sumber-sumber disamping yang telah
ditentukan, agar dapat membuat dirinya mencapai tujuan pembelajaran.
Melihat ke-12 prinsip pembelajaran yang
telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan prinsip-prinsip
tersebut dalam pembelajaran merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bila
dilakukan dengan seksama diharapkan dapat tercipta kegiatan pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Dalam
buku Condition of Learning, (Gagne: 1977) mengemukakan sembilan
prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran sebagai
berikut:
1) Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
2) Menyampaikan tujuan pembelajaran (Informing learner of the objectives):
memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti
pelajaran.
3) Meningkatkan konsep/prinsip yang telah
dipelajari (stimulating reall of prior
learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari
yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4) Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan materi-materi
pembelajaran yang telah direncanakan.
5) Memberikan bimbingan belajar (providing leaner guidance): memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki
pemahaman yang lebih baik.
6) Memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta
untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
7) Memberikan balikan (providing feedback): memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.
8) Menilai hasil belajar (assessing performance): memberikan
tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
9) Memperkuat retensi dan transfer belajar
(enhancing retention and transfer):
merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman,
mengadakan review atau mempratikkan
apa yang telah dipelajari.
8. Paradigma Pembelajaran
1.
Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik
Sebuah paradigma yang mapan
yang berlaku dalam sebuah system boleh jadi mengalami malfungsi apabila paradigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma
yang mengalami anomaly tersebut cenderung menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revoluasi ilmiah yang melahirkan paradigm baru dalam rangka mengatasikrisis yang
terjadi (Kuhn, 2002). Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigm alternatif yang muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari system pembelajaran yang
cenderung berlaku pada abad industrike system pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad Pengetahuan sekarang ini. Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang
dimediasi baik secara social maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacanakolaboratif,
daninterpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang
bertanggung jawab batas peristiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses
negosiasi makna berdasarkan pengertian yang
dibangun secara
personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang
semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna. Paradigma konstruktivistik merupakan basis
reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik,
pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dana logaritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakan nyauntuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih di cirikan oleh aktivitas eksperimentasi,
pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu
(1) meletakkan permasalahan
yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru
mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer
(bukanhanyabukuteks), menghargai pikiran siswa, dialog,
pencarian, danteka-teki sebagai pengarah pembelajaran. Secara tradisional,
pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dantes. Menurut paradigm konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik,
terlebih dulu
guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Guru
konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan
data primer dan bahan manipulative dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi,
mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuaidengankarakteristikmateripelajaran.
5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum
6. Mengelaborasi respon awal siswa.
7. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman
yang dapat menimbulkan kontra diksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
8. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakantugas-tugas.
9. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.
A.
Pendapat
Penulis
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu. Behaviorisme
memandang individu hanya
dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Teori behaviorisme
hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor
lingkungan.
Teori Kognitivisme adalah tentang
bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat
penting dalam proses
belajar. Model kognitif
ini memiliki perspektif bahwa
para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar