Konsep
Dasar Ontologi
Istilah ontologi berasal dari bahasa
Inggris ‘ontology’, meskipun akar kata ini berasal dari Yunani on-ontos (ada
keberadaan) dan logos (studi / ilmu). ontologi adalah ilmu pengetahuan yang
paling kompleks dan paling menyeluruh. Berbicara ontolog dalam ilmu filsafat
merupkan hal yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitannya dengan ilmu,
landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang diteliti, wujud hakiki
objek tersebut, hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (berfikir,
merasa dan mengindra), dan mendapatkan hasil. (Jujun S. Suriasumantri, 1985 : 34).
Secara
ontologis ilmu membatasi ruang lingkup keilmuannya hanya daerah-daerah yang
berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral
bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh
melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia. Menurut Sidi Galjaba, ontologi mempersoalkan
sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat
yang bergantung pada pengetahuan. Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi merupakan tidak selalu berdasar pada alam
nyata, tetapi berdasar pada logika semata. Dalam ilmu ontologi terdapat juga
pengetahuan-pengetahuan yang kita jadikan landasan dengan cara ilmu membuat
beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap
benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih
terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi dasar. Asumsi pertama, menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan
satu sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.
Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa
suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, karena
kegiatan keilmuan bertujuan untuk mempelajari tingkah laku suatu onjek dalam
suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa setiap gejala
bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai
suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian
yang sama. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984/1985 :
88), mengatakan bahwa Secara
ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan
yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu
kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari
sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis
tertentu. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini
adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang masyarakatkan adanya
verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang
bersifat benar secara ilmiah.
sumber : Susanto, A.(2011).FilsafatIlmu.Jakarta:PT Bumi Aksara.
sumber : Susanto, A.(2011).FilsafatIlmu.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar