Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Ada berbagai prinsip pengembangan
kurikulum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum
dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di dalam kehidupan
sehari-hari atau menciptakan prinsip-prinsip baru. Sebab itu, selalu mungkin
terjadi suatu kurikulum menggunakan prinsip-prinsip berbeda dengan yang
digunakan kurikulum lain (Depdikbud, 1982 : 27). Berbagai prinsip pengembangan
kurikulum tersebut antaranya: prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip
relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibiltas,
prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisasi, prinsip
objektivitas, prinsip demokrasi, prinsip praktis (Depdikbud, 1982 : 27-28; Nana
Sy. Sukmadinata, 1988 : 167-168). Dari berbagai prinsip pengembangan kurikulum
tersebut, tia diantaranya yakni prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, dan prinsip
fleksibilitas akan diuraikan berikut ini.
a.
Prinsip
Relevansi.
Apabila
pengembang kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih
jabaran. Komponen-komponen agak sesuai (relevan) dengan berbagai tuntutan, maka
pada saat itu ia sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum.
Relevansi berarti sesuai antara komponen, tujuan, isi/pengalaman belajar.
Organisasi dan evaluasi kurikulum dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat
baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang di idealkan Nana
Sy. Sukmadinata (1988 : 167-168). Membedakan relevansi menjadi dua macam, yakni
relevansi keluar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam
kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.
Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terjadi relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaian dan evaluasi.
b.
Prinsip
Kontinuitas.
Komponen
kurikulum yakni tujuan, isi atau pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi
dikembangkan secara bersinambungan. Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan
hendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertikal dan
berkesinambungan secara horizontal. Berkesinambungan secara vertikal (bertahap
atau berjenjang) dalam artian jenjang pendidikan yang satu dengan yang lebih
tinggi dikembangkan kurikulumnya secara berkesinambungan tanpa ada jarak
diantara keduanya, dari tujuan pembelajaran sampai ke tujuan pendidikan
nasional juga berkesinambungan, demikian pula komponen yang lain.
Berkesinambungan secara vertikal menuntut adanya kerja sama antara pengembangan
kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang
pendidikan tinggi (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Sedangkan
berkesinambungan horizontal (berkelanjutan) dapat diartikan pengembangan
kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat atau kelas yang sama tidak
terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu.
c.
Prinsip
Fleksibilitas.
Para
pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa
merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbud, 1982 : 27). Selain
itu, perlu disadari juga bahwa kurikulum dimaksudkan untuk mempersiapkan anak untuk
kehidupan sekarang yang akan datang, disini dan ditempat lain, bagi anak yang
memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda (Nana Sy. Sukmadinata, 1988
: 168). Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa prinsip fleksibilitas menuntut
adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan tujuan yang
hendak dicapai. Namun demikian, keluwesan jangan diartikan bahwa kurikulum
dapat diubah kapan saja keluwesan harus diterjemahkan sebagai kelenturan
melakukan penyesuaian-penyesuaian kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi
yang selalu berubah.
Apabila
kita mengkaji komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum keduanya saling terkait satu sama lain. Pengembangan kurikulum dengan
sendirinya berkenaan dengan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum sekaligus. Penguasaan tentang komponen-komponen
kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dipersyaratkan bagi setiap
pengembang kurikulum.
Adapun
komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen
yaitu; tujuan, materi, metode dan evaluasi.
a.
Komponen
Tujuan
Komponen
tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau salah satu sasaran
yang harus dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. Kompenen ini sangat
penting karena melalui tujuan, melaui proses dan evaluasi dapat dikendalikan
untuk mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat
dispesifikasikan kedalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang
dicapai untuk satu semester, atau tujuan pembelajaran khusus yang menjadi
terget pada setiapkali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi
tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi. Sedangkan
untuk tujuan pembelajaran pembelajaran khusus digunakan istilah kompetensi
dasar. Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena
pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
b.
Komponen
Materi
Komponen
materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang
dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari
ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam
proses pembelajaran dengan mencapai komponen tujuan komponen materi harus
dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan
dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen lainnya haruslah dilihat
dari sudut hubungan yang fungsional. Huungan fungsional dalam konteks ini adalah
hubungan yang didasarkan atas fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga
jika salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya mengakibatkan
komponen yang lain menjadi tidak berfungsi. Karena itu komponen materi (isi)
harus benar-benar dilihat kesesuainnya dengan pencapaian tujuan kurikulum.
c.
Komponen
Metode
Komponen
metode dapat dibagi ke dalam dua bagian yang dikenal dengan komponen metode
dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit. Komponen
metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode
mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab dan sebagainya. Dalam pengertian
seperti ini metode diartikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah
satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas
dipersoalkan misalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan pada diri anak. Dari pengertian luas seperti ini
komponen metode kurikulum dapat mencakup persoalan-persoalan yang integral dari
berbagai persoalan seperti cara penyampaian guru, cara memimpin sekolah, cara
karyawan bekerja dan cara-cara lain yang saling terkait yang dilakukan oleh SDM
sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan
nilai-nilai dari semua materi pelajaran yang dianjurkan guru kepada siswa.
Komponen
metode dikatakan juga komponen proses karena metode berada pada proses.
Komponen ini tidak kalah pentingnya dengan komponen lain, karena komponen
metode akan menjawab bagaimana proses kurikulum yang ditempuh dapat
mentransformasikan berbagai macam nilai ke dalam diri anak. Yang jelas bahwa
komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan
menghasilkan sesuatu yang baik. Untuk membuat siswa bermutu jelas tidak bisa
dilakukan dengan mudah seperti semudah membalik telapak tangan. Untuk membuat
siswa bermutu jelaslah membutuhkan waktu, media dan proses yang bermutu pula.
d.
Komponen
Evaluasi
Komponen
evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya
penjaga gawang dalam permainan sepak bola. Komponen evaluasi harus benar-benar
difungsikan karena perannya seperti goal keeper jika dalam permainan sepak bola
penjaga gawang tidak berfungsi, maka tendangan yang mengarah ke gawang dengan
sendirinya menghasilkan goal, akibatnya pemain-pemain yang lain dari
kesebelasan itu menjadi lemah daya tempurnya (impotens). Jika dihubungkan dengan evaluasi maka fungsi evaluasi
itu sendiri adalah untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum.
Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak
untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak di luluskan. Mengingat bahwa
kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah di desain dan dilaksanakan
untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian
target kurikulum. Karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah yang berhak
untuk diluluskan, sedangkan siswa yang tidak mencapai target (perilaku yang
diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan.
Dilihat dari fungsi dan urgensi evaluasi demikian, kita melihat
kenyataannya dunia pendidikan kita telah melakukan pelanggaran terhadap komponen kurikulum yang sangat bersifat
prinsip. Dari sudut komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang
mengajarkan suatu mata pelajaran yang sesuia dengan latar belakang pendidikan
guru dan ditunjang pula oleh media dan sarana belajar yang memadai serta murid
yang normal justru meluluhkan siswa sementara siswa sendiri belum menguasai
prilaku yang diharapkan dari komponen tujuan kurikulum. Keadaan sperti ini
dalam bahasa agama disebutkan bahwa pendidikan kita telah diselimuti oleh
kedzaliman-kedzaliaman atau penghianatan-penghianatan oleh pihak-pihak tertentu
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan. Hal nini lambat laun akan membuat
praktek-praktek pendidikan yang tidak benar sekarang melahirkan manusia-manusia
yang fasik dan dzalim. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hal ini
jelas membuat “negara dalam bahaya” karena tidak didinding oleh SDM yang
bermoral dan akademik.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen
kurikulum, yaitu:
1.
Objective (tujuan)
2.
Knowledges (isi atau
materi)
3.
School learning
experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan
4.
Evaluation
(penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan
Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang
dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni:
·
Tujuan
·
Isi dan struktur
kurikulum
·
Strategi pelaksanaan
PBM (Proses Belajar Mengajar), dan
·
Evaluasi
sumber :
Arifin Zainal.(2011).KonsepdanModelPengembanganKurikulum.Bandung:PTRemajaRosdakarya.
DimyatiMudjiono.(2010).BelajardanPembelajaran.Jakarta:PTRinekaCipta.
assalamualaikum izin copy paste materi mbak.terima kasih
BalasHapus