Bab II
Pembahasan
2.1 Mengapa Kurikulum IPS Harus
Disesuaikan dengan Tuntutan Perubahan Global?
Dalam standar kompetensi mata pelajaran
pengetahuan sosial Depdiknas (2003:5) dinyatakan “melalaui mata pelajaran
Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan, dibimbing dan dibantu untuk
menjadi warga negara Indonesia dan warga dunia yang baik”. Menjadi warga negara
dan warga dunia yang baik merupakan tantangan yang berat karena karen
masyarakat global selalu mengalami perubahan yang besar setiap saat, untuk
itulah Pengetahuan Sosial harus dirancang untuk membangun dan mereflesikan
kemampuan peserta didik dalam kehidupan masyarakat yang selalu berubah dan
berkembang secara dinamis.
Kemajuan ilmu dan teknologi menambah
pengetahuan kita tentang bumi. Namun demikian, kemajuan teknologi yang mendorong
industrialisasi menghasilkan dampak negatif seperti polusi dan limbah industri
yang mengotori tanah, air dan udara tidak hanya ditempat sumber limbah akan
tetapi juga secara global. Untuk menanamkan betapa berharganya bumi, dan
bagaimana memelihara dan melestarikannya, sebaiknya kepada siswa dimasukkan
pengetahuan dan pemahaman tentang bumi beserta subsistemnya seperti
terbentuknya dan evolusi bumi sebagai salah satu planet dalam sistem alam
semesta, siklus iklimnya, kekayaan energi bumi, dan lain-lain. Selanjutnya
perlu juga dipelajari tentang kesehatan masyarakat, kependudukan, kekayaan
alam, ilmu dan teknologi dalam tantangan lokal, nasional, dan global.
Topik-topik demikian harus masuk dalam kurikulum IPS.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai
dampak keamjuan ilmu dan teknologi, serta dengan masuknya arus globalisasi,
membawa pengaruh yang multidimensional. Dibidang pendidikan perubahan ini
dituntut oleh kebutuhan siswa, masyarakat, dan lapangan kerja. Salah satu
bentuk perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan perubahan
yang terjadi secara global tersebut.
Karena melalui jalur pendidikan IPS,
sejak dini peserta didik sudah harus dibiasakan berfikir global, melihat segala
sesuatu dengan prespektif global. Menurut Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya
Wihardi, (1999:14): “yang dimaksud dengan “prespektif global” adalah suatu cara
pandang atau cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari
sudut pandang global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional.
Oleh karena itu, sikap dan perbuatan kita juga diarahkan untuk kepentingan
global.”
Era globalisasi yang ditandai oleh
adanya persaingan semakin tajam, arus deras dari informasi dan komunikasi,
keterbukai merupakan salah satu pendorongnya, apabila kita tidak mengikutinya
dengan seksama menyebabkan ketertinggalan. Ketertinggalan ini disebabkan juga
karena globalisasi merupakan proses dimana manusia dibumi ini di-inkorporasikan
atau dimasukkan kedalam masyarakat dunia yang tunggal, yaitu masyarkat global;
dan dalam proses itu kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian
dunia menjadi konsekuensi yang signifikan bagi individu atau masyarakat
didaerah lainnya yang jauh di muka ini (Nursyid:1999:15). Selain itu,
globalisasi juga melahirkan masyarakat yang terbuka, yang memberikan nilai
kepada individu,kepada hak dan kewajiban sehingga semua manusia mempunyai
kesempatan yang sama. Untuk mengembangkan potensinya dan menyumbangkan
kemmapuannya bagi kemajuan.
Landasan pemikiran lainnya adalah karena
bumi tempat yang kita huni adalah planet yang yang sangat unik dan berharga.
Keindahan dan nilai bumi bagi manusia dapat kita temui melalui bacaan dan
lukisan. Untuk itulah manusia harus menunjukkan apresiasinya yang tinggi dengan
penuh pengertian mengenai subsistem bumi dan dengan perilaku yang penuh
tanggung jawab untuk kelestariannya.
Selain itu bumi kita juga sangat rapuh dan sumberdaya alamnya terbatas;
penggunaannya oleh manusia seringkali berlebih-lebihan dan disalahgunakan.
Salah satu sikap,manusia yang demikian, tidak lainkarena pertambahan jumlah
penduduk, yang terus menerus, yang mempercepat habisnya kekayaan alam,
pengrusakan lingkungan, dan pemusnahan makhluk bumi lainnya.
2.2 Problema Pembelajaran IPS
Sebenernya kurikulum (IPS) 2004 sudah
melihat kemungkinan (mengantisipasinya), setidak-tidaknya untuk waktu sepuluh
tahun kedepan dalam hal fenomena yang ada baik ditingkat masyarakat lokal,
nasional, maupun global. Tetapi itu hanya kurikulum dalam bentuk ide dan
dokumen, namun dalam bentuk kurikulum
sebagai implementasi (proses), masih akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa masalah, yaitu;
1.
Sebagian besar guru IPS belum terampil
menggunakan beberapa model mengajar seperti cooperative
learning, inquiry, problem solving, atau dengan menggunakan pendekatan
perspektif global misalnya.
2.
Ketersediaan alat dan bahan belajar
disebagian besar sekolah, ikut mempengaruhi proses belajar mengajar IPS.
3.
Karena itu (point 1 dan 2), proses
belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional,
sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil secara fatual saja, dan tidak
mendapat hasil proses.
4.
Dalam hal implementasi atau proses
pelaksanaan kurikulum ini guru yang mendapat sosialisasi dalam bentuk penataran
atau diklat sangat terbatas sekali, sehingga faktor ini juga menyebabkan mereka
masih belum memahami hakikat kurikulum baru ini sebagaaiman mestinya.
5.
Sebagian besar masyarakat indonesia
belum siap untuk untuk mengadaptasi atau mengadopsi budaya dan perdaban asing
yang mulai merambah secara global, karena berbenturan dengan nilai-nilai
tradisi ataupun agama.
2.3 Materi Apa yang Diperlukan Dalam
Perubahan Global Tersebut?
Tujuan bidang IPS tidak berfokus pada
pengusaan materi IPS semata melainkan menitikberatkan pada penguasan kecakapan
proses, yang dapat diunjukkerjakan dalam bentuk verbal (verbal performance), sikap (attitudinal
performance), dan perbuatan (physical
performance), atau adanya integrasi
antara afektif, kognitif dan motorik. (Sudradjat,2003:47).
Materi IPS yang dibelajar mengajarkan
haruslah memiliki kualitas untuk dapat bersaing, secara internasional, dengan
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi di era
perdagangan bebas, terutama AFTA dan APEC karena, dapat dikembangkan
kompetensi, dalam hal ini (PIPS), dikembangkan kompetensi sosial, yang dapat
mempersiapkan peserta didik untuk mampu hidup dengan berbagai keterampilan dan
kecakapan (life skills), sehingga
mampu bersaing dan menang dalam persaingan global, tanpa harus kehilangan jati
diri, dan lepas dari nilai-nilai dan budaya bangsanya.
Perlunya pendidikan IPS yang berkualitas
internasional, seperti yang dikatkatakan Alvin Tofler “kita harus berpikir
global, dan bertindak lokal”. Globalisasi merambah kesemua penjuru dunia, dan
oleh karena itu tidak dapat kita bendung, dan kita harus masuk, ikut serta
didalamnya bertarung untuk menjadi pemenang (winner).
Pasar bebeas seperti AFTA, APEC, pasti datang karena itu kita harus
mempersiapkan para peserta didik agar dapat menjadi pemenang dalam persaingan
tersebut, sehingga dapat menjadi tuan di negara sendiri. Bukan menjadi penonton
dirumah sendiri sebagai pihak yang kalah (loser).
Oleh karena itu Pendidikan IPS juga harus mempersiapkan kompetensi sosial bagi
para peserta didiknya.
Materi Pendidikan IPS yang berwawasan
global tersebut, diantaranya adalah :
a.
Tentang kesadaran diri; sebagai makhluk
Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari sebuah bangsa yang
berbudaya dan bermartabat sederajat dengan bangsa lain di dunia di dunia (tidak
lebih rendah dari bangsa lain).
b.
Tentang kecakapan berpikir seperti
kecakapan; berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil
keputusan, dan memecahkan masalah.
c.
Tentang kecakapan akademik tentang
ilmu-ilmu sosial, seperti kemampuan memahami fakta, konsep dan generalisasi
tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan
kesejahteraan serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi
didunia.
d. Mengembangkan
sosial skills, dengan maksud supaya
pada masa datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka.
Keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh peserta didik menurut Marsh Colin
dalam Nana Supriatna (2002:15) adalah; keterampilan memperoleh informasi,
berkomunikasi, pengendalian diri, bekerja sama, menggunakan angka, memecahkan
masalah, serta keterampilan dalam membuat keputusan.
Sedangkan keterampilan sosial yang telah
dikembangkan oleh NCSS (1984:249) adalah “keterampilan dalam memperoleh
informasi, (keterampilan membaca, keterampilan belajar, mencari informasi, dan
keterampilan dalam menggunakan alat-alat teknologi), keterampilan yang
berkaitan dengan hubungan sosial serta partisipasi dalam masyarakat
(keterampilan diri yang sesuai dengan kemampuan dan bakat bekerja sama,
berpartisipasi dalam masyarakat)”.
Keterampilan sosial seperti ini
nampaknya relevan untuk dikembangkan dalam kurikulum Pendidikan IPS di
Indonesia, agar kelak para peserta didik dapat hidup sebagaiui warga
masyarakat, warga negara, dan warga dunia yang dapat berperan dalam
masyarkatnya.
2.4 Bagaimana Mengajarkannya?
Wiriaatmadja (2002:276), guru harus
selalu memperbaharui kemahiran profesionalnya (professional skills). Diantara kemahiran guru yang selalu perlu
ditingkatkan adlah kaemampuan mengajarnya (teaching
skills). Melalui pelatihan lokakarya, seminar, atau pertemuan-pertemuan
MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan lain-lain kemahiran-keamahiran itu
dapat diupayakan dan diperoleh dengan dengan mendatangkan nara sumber.
Nana Supriatna (2002:276), menyebutkan
terdapat beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta
didik melalui IPS, diantaranya adalah cooperative
learning, kontruktivistik dan inquiry. Pertama, Wiriatmadja (2002:277) juga menyebutkan salah satu aspek
dari kemahiran mengajar guru IPS yang dituntut untuk ditingkatkan dengan
masuknya arus globalisasi adalah menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan apa yang
menjadi tujuan pembelajaran. Misalnya dengan cooperative learning, maka pelajaran IPS tidak semata-mata
penghafal fakta, konep, dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah lainnya
serta guru sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan akamn membawa siswa
untuk berpartisipasi aktif, karena mereka akan diminta melakukan berbagai tugas
seperti bekerja secara berkelompok, melakukan inkuiri, dan melaporkan hasil
kegiatannya pada kelas.
Ini berarti bahwa guru bukan
satu-satunya yang memberikan informasi karena siswa akan mencari sumber yang
beragam da terllibat dalam berbagai kegiatan belajar yang bergam pula.
Sedangkan peran guru kecuali harus bertindak sebagai fasilitator dalam semua
kegiatan ini, ia juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan
penilaian (assessment), tidak hanya
untuk perolehan pengetahuan ke-IPS-an (product)
saja, melainkan menilai keterampilan sosial siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung (process), yang
mencangkup penilaian nranah afektif dan psikomotornya.
Kedua, strategi serta
pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran
dan pengembang materi pembelajaran dapat digunakn oleh gureu IPS dalam
mengambbngkan ketermapilan sosial. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh,
mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat
dilakukan melalui proses pembrlajaran dikelas. Guru IPS yang konstruktivistis
harus dapat memfasiliatasi para siswanya dengan mengolah informasi berdasarkan
sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus
dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran dikelas. Guru juga harus membiasakan sisewa untuk
memperediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan demikian aspek kognitif
siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghapal dan mngingat
melainkan juga menganalisis memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi
yang mereka terima.
Di era global ini sumber-sumber
informasi yang tidak terbatas dapat digunakan sebagai materi pembelajaran IPS
untuk mengembangkan keteramapilan yang terkait dengan informasi tersebut.
Kemajemukan informasi berdasarkan sumber serta keobjektifitasan dan
kesubjektifitasan merupakan bahan yang menarik untuk mengembangkan keterampilan
tersebut didalam kelas.
Ketiga, menurut Marsh
Colin dalam Supriatna (2002:19), strategi inkuiri menekankan peserta didik
menggunakan keterampilan sosial dan keterampilan intelektual, strategi ini
menekankan peserta didik memnggunakan keterampilan intelektual dalam memperoleh
pengalaman baru atau informasi baru
melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Dengan demikian
keterampilan memperoleh informasi baru
berdasarkan pengetahuan mengenai informasi atau pengalaman belajar sebelumnya
merupakan kondisi baik untuk mengembangkan keterampilan yang terkait untuk
menguasai informasi.
Selanjutnya Supriatna (2002:19),
mengatakan beberapa keuntungan strategi ini yang berkaitan dengan penguasaan
informasi diantaranya adalah :
1.
Strategi ini memungkinkan peserta didik
melihat isi pelajaran lebih realistik dan positif ketika menganalisis data dan
mengaplikasikan data dalam memecahkan masalah.
2.
Memeberi kesempatan kepada siswa untuk
mereflesikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan, serta mmebuat
keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.
3.
Menempatkan guru sebagai fasilitator
belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
Wiriatmadja (2002:305-306) mengatakan
belajar dan mengajar ilmu-ilmu sosial agar dapat menjadi berdaya apabila
pembelajarannya bermakna (meaningfull),
yaitu :
a.
Siswa belajar menjalain pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan, dan sikap yang mereka anggap bberguna bagi
kehidupannya disekolah atau diluar sekolah.
b.
Pengajaran ditekankan kepada pendalaman
gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi
pemahaman, apresiasi, dan aplikasi siswa.
c.
Kebermaknaan dan pentingnya materi
pengajaran ditekankan kepada bagaiman cara penyajiannya dan dikembangkannya
melalui kegiatan aktif.
d.
Interaksi didalam kelas difokuskan pada
pendalaman topik-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak
mungkin materi.
e.
Kegitan yang bermakna dan strategi
assessment (penilaian) hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap
pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting yang terpateri dalam apa yang
mereka pelajari.
f.
Guru hendaknya berfikir reflektif dalam
melakukan perencanaan/persiapan, pemberlakuan, dan penilain pembelajaran.
2.5 Orientasi Pendidikan IPS
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau
adaptasi dari disiplin dari disiplin ilmu-ilmu sosial dalam humaniora, serta
kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis/ psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001, hal. 92). Secara
lebih tegas, pendidikan IPS memuat tradisi, yaitu sebagai pendidikan
kewarganegaraan; sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin
ilmu-ilmu sosial; dan sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari
kehidupan nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif.
Pendidikan
seterusnya berorientasi pada tiga dimensi
1.
Dimensi pertama, yaitu tujuan
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses
atau metode (methodological objective). Kecakapan ini bersifat generatif,
karena dimiliki oleh semua disiplin ilmu dan juga merupakan kecakapan
prasyarat, karena merupakan kecakapan yang diprasyatkan untuk dimiliki peserta
didik agar ia dapat menguasai dan memiliki disiplin ilmu ataupun keahlian
kejuruan. Kecakapan ini disebut juga sebagai kecakapan generik atau kecakapn
hidup yang bersifat umum (general skill).
2.
Dimensi kedua, adalah tujuan
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan konsep dasar
keilmuan (contect objective) atau
penguasaan materi esensial yang terdiri dari konsep-konsep kunci dan
prinsip-prinsip utama. Pada umumnya konsep-konsep kunci keilmuan memiliki
tingkat generalisasi yang tinggi,sehingga konsep tersebut dapat digunakan dalam
bidang teknologi dalam ilmu sosial. Konsep-konsep kunci dan prinsip-prinsip
utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai peserta didik secara tuntas
artinya bukan sekedar dipahami atau dikuasai dalam bentuk hapalan.
3.
Dimensi ketiga adalah tujuan
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan penerapan konsep dasar
dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran yang berbasis kompetensi yang
bertujuan pada pemilikan kecakapan hidup akan terjadi proses pembelajaran.
Kecakapan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan seseorang
akan mendapat perolehan hidup sesuai dengan tingkat keluasan ilmu yang
dimilikinya dan tingkat kecakapan mengaplikasikannya dalam bentuk sehari-hari
(Depdiknas, 2005, hal. 1-2)
Secara umum pendidikan yang berorientasi
pada kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan
fithrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk
menghadapi perannya dimasa datang baik sebgai pribadi yang mandiri, warga
masyarakat, maupun sebagai warga negara. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah menghantarkan umat manusia pada abad globalisasi. Di era
globalisasi ada beberapa tuntutan yang
harus segera mendapat perhatian serius dalm dunia pendidikan. Salah
satunya adalah pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki dedikasi yang tinggi serta tersedianya informasi yang mampu mengakses
segala kebutuhan terhadap pemenuhan dibidang pendidikan.
2.6 pendidikan di Era Globalisasi
UNESCO merekomendasikan pembaharuan
pendidikan dan pembelajaran pada lima konsep pokok yang dikutip
(elmubarok,2009, hal. 41)
1.
learning to know : guru hendaknya mmapu
mempelajari menajdi fasilitator bagi peserta didiknya. Information supplier
(ceramah, putar pita kaset) sudah tidak zaman lagi. Peserta didik dimotivasi
sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk mmeperoleh informasi,
keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin
dikuasai.
2.
Learning to do : peserta didik dilatih
untuk secara sadar maupun melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif
dalam ranah pengetahuan, daripada aktif
negatif. Pengajran yang hanya mengenakana aspek intelektual saja sudah usang.
3.
Learning to live together : ini adalah
tanggaoan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Nilai baru
seperti kompetisi, efisinesi, keefektifan, kecepatan telah diterapkan secaara
kelirru dalam dunia pendidikan. Sebagai misal, sebenarnya kompetisi hanya akan
bersifat adil kalau berada dalam playing cooperative dan didasarkan pada
kemampuan, kesempatan, lingkunagn, sarana, tanpa itu semua hanyalah merupakan
kompetisi yang akan mengakibatkan yang “kalah” akan selalu “kalah”. Sekolah
sebagai suatu masyarakat mini seharusnya mengajarkan “coomperative learning”,
kerjasama dan bersama-sama, dan bukannya pertandingan intelektualistik
semata-mata, yang hanya akan dijadikan manusia pandai tetapi termakan oleh
kepandaiannya sendiri dan juga kekeluargaan dan mengembangkan daya cipta, rasa,
dan karsa, atau aspek-aspek kemanusiaan manusia.
4.
Leraning to be : dihayati dan
dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Setiap peserta didik
memiliki harga diri berdasarkasan diri yang senyatanya. Peserta didik
dikondisikan dalam suasana yang dipercaya, dihargai, dan dihormati sebgai
pribadi yang unik, merdeka, berkemampuan, adanya kebebasan untuk
mendeskripsikan diri, sehingga terus menerus dapat menemukan jati dirinya.
Peserta didik memberikan suasana dan siistem yang kondusif untuk menjadi
dirinya sendiri.
5.
Learning throghout life yaitu bahwa pembelajaran
tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pembelajaran dan pendidikan
berlangsung seumur hidup. Pelaku pendidikan formal hendaknya berorientasi pad
proses dan bukan pada hasil atau produk.
Dari uraian diatas dijelaskan bahwa
pendidikan memilki potensi yang penting dan berpengaruh dalam menghadapi
tantangan zaman seperti globalisasi. Pendidikan harus dapat mengembangkan
potensi peserta didik agar berani menghadapi problema tanpa rasa tekanan,
karena mampu menekankan fitrahnya segabai khalifah dimuka bumi. Pendidikan
memberikan kesempatan pada sekolah untuk mengemabangkan pembelajaran yang
efektif dan fleksibel, memanfaatkan sumber daya sekolah dan lingkungan.
Pendidikan diharapkan dapat memperbaiki sumber daya manusia agar dapat bersaing
di era globalisaasi. Globalisasi telah
menciptakan hilangnya tamapal batas kekuasaan perekonomian suatu negara
sehingga timbul ketergantungan dari suatu negara kenegara lain (priansa, 2010,
hal. 1). Hal ini karen adi era globalisasi negara maju tidak ingin terkalahkan
negara bekembang, walaupun mereka tetap membutuhkan kehadiran negara berkembang
sebagai sumber bahan baku dan temapat pemasaran hasil produk mereka.
Di era globalisasi dibutuhkan kualitas
sumber daya manusia yang unggukl agar bisabertahan menghadapi tantangan.
Kualitas manusia yang unggul bukan hanya dari segi akademik saja, akan tetapi
juga harus memiliki cakapan hidup lain seperti cakapan sosial, cakapan
profesional. Menurut Howard Gardner (1983) yang dikutip (Elmubarok, 2009, hal.
25) manusia memilki 7 kecerdasan yaitu kecerdasan matematis/logis; kecerdasan
verbal/bahasa; kecerdasan interpersonal, kecerdasan fisik/gerak/badan;
kecerdasan musikal; kecerdasan visual; kecerdasan intrapersonal.
Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan
suatu pandangan (prespektif) kepada peserta didik dengan memfokuskan bahwa
terdapat saling berkaitan dan ketergantungan anatr budaya, antar sesama umat
manusia dan kondisi alam ataui planet bumi. Dengan melihat realita yang ada
bahwa pendidikan global ini tidak bisa dihindari, maka didalam pendidikan pada
umumnya tujuan setiap mata pembelajaran untuk kondisi saat ini adalah pada
kemampuan peserta didik agar berfikir kritis (critical thinking skills). Arus terjadinya proses globalisasi mau
tidak mau akan memepngaruhi proses pendidikan di negara Indonesia. Hal inmni
didasarkan atas pemikiran bahwa dengan kemajuan arus komunikasi, informasi dan
teknologi mampu menyebabkan kemudahan seseorang atau masyarakat melakukan
pertukaran informasi, pertukaran budaya, mengadakan hubungan kerjasama dibidang
ekonomi dan perdagangan, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan hak asasi
manusia. Namun pada sisi lain terjadinya proses globalisasi akan menimbulkan
persaingan pasar, kelangkaan sumber daya alam dan semakain ketatnya persaingan
anatar negara dan menimbulakan konflik.
Tujuan pendidikan global adalah untuk
mengembangkan pengetahuan (knowladge),
keterampilan, (skills), dan sikap (attituades)
yang diperlukan untuk hiidup secara efektif dalam dunia yang sumber daya
alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis prularism budaya dan
semakin saling ketergantungan (Sapriya, 2012, hal. 121).
The American Association of Colleges for Teacher
Education (AACTE, 1994) mengemukakan bahwa: “globalization is said to necessitate changes in teaching such as
more attention to diverse and universal humabn values, global system, global
issues, inolvement off different kinds of world actors, and global history”
(Sapriya, 2012, hal 121).
Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa
diera globalisasi diharuskan adanya perubahan dalam strategi maupun model
pembelajaran, diantara lain dengan memeprhatikan adanya keberagaman dan
nilai-nilai kemanusiaan yamg universal, serta isu-isu global yang berkaitan
dengan masyarakat dunia dan sejarah global.
Globalisasi menyangkut kesadaran baru
mengenai dunia sebagai satu kesatuan interaksi dan saling ketergantungan yang
semakin besar dalam suatu era baru yang harus dijawab dengan tepat. Kurikulum
pendidikan dan proses belajar mengajar seyogyanya mampu mengisi peluang ini
serta dapat menjawab tantangan yang ditimbulkan. Derasnya arus budaya dan
informasi dari barat yang tidak dapat dibendung merupakan kenyataan logis bahwa
dalam era globalisasi sekarang ini semuanya menjadi satu kesatuan. Adanya
perubahan tersebut yang diikuti kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia yang meniru perilaku budaya
barat, yang berimplikasi pada pembentukan pola pikir dan tingkah laku masyarakat
secara langsung taau tidal langsung.
National
Council for the Social Studies (NCSS: 1982) dalam (Sapriya, 2012, hal.
122), mengemukakkan beberapa gejala atau fenomena proses globalisasi antara
lain :
1.
Adanay evolusi dalam sistem komunikasi
dan transportasi global
2.
Penggabungan perekonomian lokal,
regional, dan nasional menjadi perekonomian global.
3.
Meningkatnya intensitas interaksi antar
masyarakat yang menciptakan budaya global sebagai panduan dari budaya lokal,
regional dan nasional beragam.
4.
Munculnya sistem internasional yang
menikis batas-batas tradisi politik internasional dan politik nasional.
5.
Meningkatnya dampak aktivitas manusia
terhadap ekosistem dibumi.
6.
Meningkatnya kesadaran globaal yang
menumbuhkan kesadaran kan kedudukan manusia dibumi sebagai makhluk masnusia,
sebgai penduduk bumi dan sebagai anggota dalam sistem global.
Proses globalisasi berhubungan dengan
menguatnya kembali faham atau ideologi liberalisme atau neoliberalisme. Faham
ini yang disosialisasikan secara intensif oleh negara-negara industri maju
liberal, diterapkan melalui penekanan kebijakan pasar bebas, investasi modal
asing, privatisasi dan semangat “laissez faire
laissez passer” (UPI, 2009, hal. 70). Hal ini terlihat dengan adanya
AFTA< WTO yang menggeser nilai-nilai tradisional ke arah Barat.
Negara-negara ini di dunia menggeser orientasi mereka ke pemikiran Barat, ini
sama saja dengan dengan neokolonialisme dalam bentuk baru. Negara yang unggul
adalah negara yang dapat mengalahkan negara Barat, baik dari segi kemampuan
berpikir, budaya, dan juga kemajuan iptek.
Globalisasi memiliki nilai positif dan
negatif. Segi positif seperti mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan,
mudah melakukan komunikasi, mobilitas tinggi, menumbuhkan kosmopolitan dan
toleransi tinggi karena bangsa di dunia menjadi menjadi tunggal, peningkatan
kualitas diri, mudah memenuhi kebutuhan, dan masih banyak lagi segi positif
lainnya. Segi negatifnya adlah informasi yang tidak tersaring, menjamurnya
perilaku konsumtif. Dari segi hitungan jumlah pengaruh negatif lebih sedikit
yang diuraikan, akan tetapi mengandung makna yang diuraikan, akan tetapi
mengandung makna yang sangaty luas karena terkandung neokolonialisme yang
menyangkut banyak aspek. Inilah tugas pendidikan untuk dapat mengatasi segala
bentuk penjajahan Barat versi baru.secara umum pendidikan harus berorientasi
pada kecakapan hidup.secar khusus pendidikan yang berorientasi pada kecakapan
hidup bertujuan untuk :
1.
Mengaktualisasikan potensi peserta didik
sehingga dapat digunakan untuk memecahakan problema yang dihadapi;
2.
Memeberikan kesempatan kepada sekolah
untuk mengemabngkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip
pendidikan berbasis luas, dan
3.
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang, pemanfaatan sumber daya yang ada
dimasyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (Tim Board based
Education Depdiknas, 2010a, hal. 78).
Pendidikan juga harus dapat mengatsi
kritis nilai yang saat ini tengah berlangsung. Nilai disini termasuk didalmnya
seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin,
tahu batas, kemurnuian, kesucian, setia, hormat, cinta ksih, sayang , peka,
ramah, dan lainnyaaaa. Setelah meletakkan pendidikan pada tempatnya kita harus
menata ulang/ rancang bangun kehidupan berbangsa, membangun karakter bangsa
taas dasar identitas dan tradisi lokal dan melanjutkan pembangunan bangsa.
Williard M Kinep dalam (Sapriya, 2012,
hal. 123) mengemukakan bahwa materi pendidikan global dirumuskan dari realitas
sejarah dan kondisi saat ini yang menggambarkan dan menunjukkan dunia sebagai
masyarakat global. Kniep memperkenalkan 4 (empat) unsur kajian yang dianggap
esensial dan mendasar bagi pendidikan global: (1) kajian tentang nilai manusia (the study of human value); (2) kajian
tentang sistem global (the study global
systems); (3) kajian tentnag maslah-masalah dan isu-isu global (the study of global problems and issue);
(4) kajian tentang sejarah hubungan dan saling ketergantungan antar orang,
budaya dan bangsa (the study of the
history of contacts and interdependence among peoples, culture and nations).
Kajian tentang nilai manusia
mencerminkan sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh pengalamannya. Bagaimana
nilai-nilai itu mempengaruhi keputusan dan perilaku dalam menjalankan aktiviats
dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Kajian tentang sistem global
mencerminkan adanya saling hubungan dan ketergantungan antar bangsa akibat dari
keikutsertaan bangsa Indonesia dalam sistem yang berjalan (misal: PBB) ditandai
dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang membuat dunia nampak lebih sempit
dan menghentikan tradisi imperialisme dan kolonialisme. Misalnya: sistem
ekonomi, sistem politik global, sistem ekologi dan lain-lain.
Kajian tentang masalah dan isu-isu
global dalam kehidupan keseharian kita dihadapkan pada masalah-masalah dan
isu-isu internasional. Apabila peserta didik atau remaja memahami tentang
dunia, maka pendidikan harus dikaitkan dengan melakukan penelitian tentang
sebab-sebab dan akibat-akibat, serta kemungkinan penyelesaian isu-isu global
saat ini. Peserta didik berhak mengetahui bagaimana mereka dapat menjadi bagian
dari isu-isu tersebut dan bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi dalam
proses penyelesaian tersebut. Misalnya: isu tentang perdamaian dan keamanan,
isu pembangunan, isu lingkungan, isu HAM, dan lain-lain.
Kajian tentang sejarah hubungan dan
saling ketergantungan antar orang, budaya dan bangsa. Kontak pertukaran dan
saling ketergantungan telah berlangsung disepanjang sejarah peradaban manusia.
Kontak pertukaran ini dapat melalui proses migrasi, perdagangan, kunjungan
kenegaraan, hubungan kesejarahan, dan lain-lain yang ditransfer melalui
komunikasi dan pemanfaatan satelit.
Dengan demikian untuk kepentingan
pembelajaran di sekolah, semua bagian tersebut dapat diintegrasikan dalam mata
pelajaran PIPS sehingga tuntutan untuk proses pembelajaran benar-benar bersifat
global. Demikian pula para guru PIPS juga dituntut untuk mempersiapkan diri
dalam kemampuan wawasan global, sehingga kurikulum mampu mengkondisikan
tuntutan di masa depan tercapai sesuai harapan.
2.7 Pendidikan IPS di Era Globalisasi
Indonesia memerlukan sumber daya manusia
yang unggul sebagai modal utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya
tersebut pendidikan memilki peran yang sangat penting. Pendidikan merupakan
suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan
menyangkut tiga unsur pokok, yaitu input, proses, dan output. Input pendidikan
adalah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri yang ada pada peserta didik.
Proses pendidikan terkait berbagai hal seperti pendidik, kurikulum, gedung,
buku metode mengajar. Output atau hasil pendidikan dapat berupa pengetahuan,
sikapdan keterampilan (Widiyarti & Suranto, t.t., hal.1).
Pendidikan IPS pada era globalisasi
sangat dibutuhkan. Kajian IPS merupakan pengembangan potensi jati dirisebagai
makhluk sosial yang harus memilki kecakapn berfikir, kecakapan akademik,
kecakapan sosial. Globalisasi menyangkut suatu kesadaran baru mengenai dunia
sebagai satu kesatuan interaksi dan saling ketergantungan yang semakin
besardalam era baru yang perlu dijawab dengan tepat. Sementara kemampuan bersaing
penduduk Indonesia dalam mengahadapi era globalisasi masih sangat lemah
dibandingkan dengan negara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya
kualitas sumber daya manusia yang ada. Sebagai contoh tenaga kerja Indonesia maupun
tenaga kerja wanita yang dikirim keluar negeri hanya diposisikan sebagai tenaga
buruh seperti pembantu rumah tangga, perawat, buruh perkebunan, buruh bangunan,
sopir dan tenaga kasar lainnya. Sedangkan tenaga asing yang bekerja di
Indonesia sebaliknya, mereka adlah kalangan pengusaha, investor, profesional
tenaga ahli, dan pemilik perusahaan. Para pekerja yang dikirim ke luar negeri
kebanyakan tidak memiliki keterampilan atau minim dalam penguasaan ilmu
pengetahuan serta rendahnya penguasaan kemampuan bahasa asing, terutama bahsa
inggris. Inilah kendala yang sering sekali orang Indonesia rasakansejak adanya
pengiriman tenaga kerja keluar negeri hingga sekarang telah memasuki era
globalisasi.
Rendahnya kualitas kerja di Indonesia
berkaitan erat dengan rendahnya pendidikan yang diperoleh. Sistem pendidikan
yang telah dirancang sedemikian rupa dalam teori belum bisa menjawab tantangan
zaman dalam praktiknya. Adanya keinginan untuk bersaing dengan bangsa lain
dalam memperebutkan lapangan kerja harus dimuali terlebih dahuludalam
pembaharuan pendidikan, terutama secara praktik. Pendidikan harus benar-benar
diberdayakan oleh semua pihak sehingga ke depan mampu memberdayakan oleh sistem
pendidikan nasional diharapkan akan memiliki keunggulan komparatif dalam
konteks persaingan global.
Konsekuensi dari penjelasan diatas bahwa
pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses
pemberdayaan yang benar-benar harus disadari secara kolektif, baik oleh
individu, keluarga, masyarakat, serta leh pemerintah. Pendidikan sebagai
investasi masa depan bangsa yang menjadi dasar kualitas sumber day manusia yang
unggul yang harus pula diiringi moralitas yang tinggi dan integritas kebangsaan
yang kuat, tidak korup, jujur, kreatif dan memiliki visi kedepan yang
diasumsikan akan mempercepat bangsa ini keluar dari krisis yang
berlarut-larut.sebagai perbandingan, negara-negara seperti Malaysia, Thailand,
Filipina, mereka mengalami kemajuan yang pesat dalam upaya keluar dari krisis
seperti yang dialami indonesia. Negara-negara tersebut dahulu berada dibawah
Indonesia, kualitas sumber daya manusianya,akan tetapi saat ini mereka dapat
menjadi negara yang bangkit dari masalah dalam negerinya. Contohnya malaysia
dapat memulihkan kondisi ekonomi tanpa bantuan dari IMF.
Era globalisasi sebenarnya justru
membutuhkan pendidikan IPS lebih tinggi dibanding sebelumnya. Dengan adanya
pendidikan IPS dapat menjawab tantangan yang ada dan muncul di era globalisai.
Begitu lengkapnya kajian IPS dengan semua rumpun keilmuannya jika betul-betul
dipahami dan dilaksanakan akan dapat memunculkan bangsa Indonesia sebagai yang
terkemuka. Selain Indonesia memiliki wilayah yang luas, alam yang kaya, juga
penduduk yang banyak, sebetulnya semua bisa menjadi modal untuk menjadi
pemimpin dunia. Hanya saja, jika bangsa Indonesia sudah kurang perduli terhadap
masalah bangsanya, maka dengan mudah penjajahan bentuk baru akan ada dan
bertahan di bumi Indonesia. Giddens (2000) yang dikutip Tim pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI (2009:71) mengatakan bahwa “kita tidak akan pernah mampu
menjadi penguasa sejarah kita sendiri, tetapi kita dapat dan harusmencari cara
untuk membuat dunia yang tak terkendali ini menjadi terkendali”.
Pendidikan IPS adalah seleksi dan
rekonstruksi dari disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu-ilmu sosial,
humaniora, yang diorganisir dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk
tujuan pendidikan (Somantri, 2001, hal. 191). Jati diri IPS ini perlu
ditegaskan berulang-ulang agar selalu
mengingatkan kita bahwa pendidikan IPS tidak mungkin berdiri sendiri.
IPS merupakan mitra bagi ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan IPS berusaha mengorganisasikan dan mengembangakan
substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan. Pendidikan IPS mempunyai peran yang penting dalam membangun identitas
nasional untuk untuk menjadikan peserta didik kreatif, mampu memecahkan masalah
diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral.
Untuk mengahadapi tantangan dan dinamika masyarakat dan globalisasi, maka perlu
konsolidasi kurikulum yang meliputi :
(a)
Penetrasi jati diri pendidikan IPS
kedalam primary structure
(b)
Mata kuliah yang tidak begitu penting
disederhanakn dan menampilkan pendidikan global
(c)
Semua
mata kuliah disiplin ilmu diperkuat sehingga setaraf dengan mata kuliah
di universitas untuk mendukung primary structure
(d)
Diadakan mata kuliah yang berorientasi pada
bisnis dan bahasa asing
(e)
Perlu ada monitoring yang intensif
terhadap perkembangan pembangunan nasional, globalisasi sebagai bahan untuk
memperkaya kurikulum FPIPS dengan pengetahuan fungsional (functional knowledge)
(soemantri, 2001, hal. 190).
Ditengah iklim
globalisasi, pendidikan IPS tetap diperlukan, baik sebagai penopang identitas
nasional maupun pemecahan masalah lokal, regional, nasional, dan global.
Masalah akan selalu ada, dalam mengatasi segala kendala yang muncul di era
globalisasi dibutuhkan keterlibatan semua pihak. Masalah dalam pendidikan IPS,
baik dari kurikulum, pengembangan perguruan tinggi, kemampuan guru dalam
pembelajaran, kebijakan pemerintah, peran masyarakat itu sendiri harus bekerja sinergis,
karena hasil yang didapatpun akan dirasakan oleh seluruh lapisan. Dan
keberhasilan yang akan diperoleh, juga akan menjadi buah yang manis yang bisa
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Daftar pustaka
Gunawan Rudi. 2013.
Pendidikan IPS. Bandung : Alfabeta.
Rachmah Huriah. 2014.
Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar