Lingkungan kelas kondusif
Pengelolaan kelas bukanah hal yang mudah
dan ringan. Jangankan bagi guru yang baru menerjunkan diri kedalam dunia
pendidikan, bagi guru yang profesional pun sudah merasakan betapa sukarnya
mengelola kelas. Namun begitu tidak pernah guru merasa jenuh dan kemudian jera
mengelola kelas setiap kali mengajar dikelas.Gagalnya seorang guru mencapai
tujuan pengajaran sejalan dengan ketidakmampuan guru menegelola kelas.
Indikator dari kegegelan itu adalah prestasi belajar siswa rendah, tidak sesuai
dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas
merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai oleh guru dalam kerangka
keberhasilan proses belajar mengajar.Supardi (2013:217),
berpendapat sekolah dinyatakankondusif apabila warga sekolah merasakan adanya
kenyamanan, ketentraman, kemesraan, kegembiraan dan antusias dalam pelaksanaan
pembelajaran. Sekolah memastikan sarana prasarana seperti kursi, meja, lemari
yang terdapat di sekolah adalah sesuai dengan kebutuhan. Bangunan sekolah dan
ruangan kelas yang dilengkapi ventilasi udara yang baik dan dilengkapi
penerangan yang mencukupi dan suasana yang sunyi sehingga peserta didik merasa
nyaman ketika pembelajaran berlangsung di kelas.
Menurut Maharani Dyah Nugrahanti (2014 : 23),
berpendapat bahwa suasana kondusif adalah lingkungan
belajar yang nyaman dan menyenangkan nyaman dalam hal jauh dari gangguan
suasana dan bunyi yang dapat menganggu konsentrasi belajar, menyenangkan
berarti suasana belajar yang gembira dan siswa antusiasi dalam melaksanakan
pembelajaran, Suasana yang jauh dari tekanan dan target tertentu terhadap siswa
yang belajar. Kelas yang memiliki suasana kondusif memiliki ciriciri
diantaranya:
a.
Terhindar dari suara-suara
yang menganggu.
b.
Sirkulasi udara segar dan
bersih.
c.
Pencahayaan alami yang cukup.
d.
Desain tempat duduk
fleksibel.
e.
Kebersihan dan kerapian
kelas.
f.
Keleluasaan pandang bagi
guru dan murid.
Banyak sekali faktor-faktor
penghambat tidak berjalannya suasana kelas yang kondusif, faktor-faktor
tersebut anatar lain :
1.
pendekatan pembelajaran
berorientasi pada bagaimana siswa belajar (student centered), mengandung
pengertian bahwa proses pembelajaran hendaknya diarahkan pada siswa yang aktif
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, proses
pembelajaran yang dilaksanakan hendaknya berusaha memberi peluang terjadinya
proses aktif siswa dalam mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya.
Guru hanya bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator dalam
pembelajaran. Pendekatan ini biasa disebut dengan pendekatan konstruktivistik.
Dalam pendekatan ini yang perlu dilakukan guru adalah membantu siswa membangun
pengetahuan sendiri di dalam benaknya, dengan cara membuat informasi
pembelajaran menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa. Hal ini menurut
Mustaji (2005) dapat dilakukan guru dengan cara memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-idenya dan mengajak siswa agar
menyadari dan secara sadar menggunakan cara-cara mereka sendiri untuk belajar.
Dengan pendekatan pembelajaran ini diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih
berkualitas dan bermakna bagi siswa yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi dan prestasi belajar siswa.
2. adanya penghargaan guru terhadap partisipasi aktif siswa dalam
proses kegiatan pembelajaran akan mendorong siswa untuk berani mengemukakan
pendapatnya, dan berani mengkritisi materi pembelajaran yang 6 sedang dibahas.
Dengan demikian siswa akan terbiasa untuk berpikir kritis, kreatif, dan
terlatih untuk mengemukakan pendapatnya tanpa adanya perasaan minder atau
rendah diri. Dalam kaitannya dengan penghargaan terhadap partisipasi aktif
siswa ini, hendaknya tidak sekedar dinilai dari segi keaktifannya saja, tetapi
juga perlu diperhatikan sikap penghargaan siswa terhadap aktivitas
teman-temannya dan kemampuannya didalam bekerja sama dengan orang lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya mampu mengarahkan siswa untuk dapat bekerjasama
dengan anggota kelompok yang lain dan selalu bersikap positif terhadap
teman-temannya serta selalu berusaha sebaik mungkin dalam setiap kesempatan
yang diberikan saat interaksi pembelajaran berlangsung.
3. guru hendaknya bersikap demokratis dalam memeneg kegiatan
pembelajaran. Mengapa demikian? Hal ini karena kepemimpinan guru yang
demokratis dalam mengelola proses pembelajaran akan dapat menjadikan siswa
merasa nyaman untuk dapat belajar semaksimal mungkin. Hal ini sesuai 7 dengan
pandangan Goodlad (Dede Rosyada, 2004: 19) yang menyatakan bahwa setting
demokrasi merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk
belajar, yaitu bahwa sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi siswa untuk
semaksimal mungkin mereka belajar. Kemampuan guru dalam menanamkan setting
demokrasi pada siswa sangat berpengaruh terhadap pencapaian misi pendidikan.
Dengan demikian suasana pembelajaran yang disetting secara demokratis sangat penting
untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif, berkualitas dan bermakna.
4. setiap permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran
hendaknya dibahas secara dialogis. Hal ini karena proses dialogis dalam
interaksi pembelajaran lebih mendudukkan siswa sebagai subyek didik yang
mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam setiap interaksi pembelajaran.
Proses dialogis juga akan mampu mengembangkan pemikiran kritis siswa dalam
membahas dan menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dalam proses
pembelajaran. Sebagaimana pandangan Freire (1972: 80), seorang praktisi
pendidikan yang banyak menggagas pendidikan liberatif menyatakan bahwa dengan
dialog akan memungkinkan munculnya pemikiran kritis, karena hanya dialoglah
yang memerlukan pemikiran kritis. Lebih lanjut Friere, menyatakan bahwa tanpa
dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak mungkin ada
pendidikan sejati. Dengan demikian proses dialogis cukup penting peranannya
dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan berkualitas.
5. lingkungan kelas sebaiknya disetting sedemikian rupa sehingga
memotivasi belajar siswa dan mendorong terjadinya proses pembelajaran. Salah
satu cara yang dapat dilakukan dalam menyetting lingkungan kelas yang kondusif
untuk belajar siswa yaitu dengan cara mengatur tempat duduk atau meja-kursi
siswa secara variatif dan pengaturan perobot sekolah yang cukup artistik, serta
pemanfaatan dinding-dinding rungan kelas sebagai media penyampai pesan
pembelajaran. Pengaturan setting tempat duduk hendaknya dilakukan sesuai
kebutuhan dan strategi pembelajaran yang digunakan. Pesan yang ditempel di
dinding hendaknya kontekstual dengan materi pembelajaran. Oleh karena itu, 8
icon-icon, grafis-grafis di dinding yang memuat pesan pembelajaran hendaknya
selalu di perbaharui atau diganti-ganti setiap bulannya.
(Ali Muhtadi, “Menciptakan Iklim Kelas yang Kondusif dan
Bekualitas dalam Proses Pembelajaran” Blog :
file.upi.edu//../Menciptakan_lingkungan_pembelajaran_yang_kondusif.pdf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar