Tan Malaka
Biografi
Tan Malaka merupakan tokoh revolusioner
keturunan bangsawan di Sumatera. Tan Malaka memilki nama aseli Ibrahim Gelar
Datuk Sutan Malaka. Sedangkan panggilan Tan Malaka merupakan sebuah nama yang
identik dengan identitas kebangsawanannya yang didapatkan dari garis ibu.
Sejauh ini belum ada yang dapat memastikan tentang tanggal lahirnya sebagian
besar sejarawan Indonesia menafsirkan bahwa Tan Malaka diperkirakan lahir
tanggal 2 Juni 1897 di Suluki, Sumatera Barat.
Tan malaka dilahirkan dari pasangan
Rasyad Caniagodan Sinah Sianibur pendidikan pertamanya ia tempuh di
Kweekschool, bukittinggi. Ia lulus dari sekolah tersebut di usianya genap 18
tahun, teapatnya pada tahun 1913. Menurut gurunya, GH Horensma, meskipun
kadang-kadang Tan Malaka tidak patuh tetapi ia termasuk murid yang pintar.
Disekolah Tan Malaka merupakan salah satu murid yang pintar berbahsa belanda.
Sehingga Horensma menyerankan agar ia menjadi seorang guru disekolah Belanda.
Atas saran itulah, kemudia Tan Malaka memilki cita-cita untuk melanjutkan
studinya ke negeri Belanda.
Setelah Tan Malaka lulus dari sekolah
tersebut, ia kemudian dianugerahi gelar ”datuk” dalam sebuah upacara tradisonal
yang dilaksanakan pada tahun 1913. Selain itu, Tan Malaka juga diminta untuk
bertunangan dengan seorang gadis di daerahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran
pertunangan itu dan memilih untuk melanjutkan sekolahnya ke Belanda. Akhirnya
kelurganya pun merestui keinginannya tersebut. Tan Malaka memilih untuk masuk
di sekolah Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda. Setelah lulus, ia langsung
kembali ke Indonesia.
Sesampainya di Indonesia, Tan Malaka
langsung Menerima tawaran dari Dr.C.W.Jessen untuk mengajar anak-anak kuli di
perkebunannya yang berada di Sanembeh, Tanjung Morawa, Deli Sumatera Utara.
Pada bulan Desember 1919, ia sudah menginjakan kakinya di tanah Sanembah, pada
bulan Januari 1920, ia langsung memulai aktivitas mengajarnya.
Pertama-tama, ia mengajar anak-anak kuli
bahasa melayu.
Pada masa-masa inilah, jiwa revolusioner
Tan Malaka mulai muncul. Ia melihat begitu banyak ketimpangan sosialdi
masyarakat sekelilingnya. Melihat kondisi itu, kemudian Tan Malaka membuat
melakukan propaganda subversif terhadap kaum kuli, yang dikenal Deli Spoor.
Pada masa ini, ia mulai menjalin hubungan dengan Indische Social dari
Democratische Vereeniging (ISDV), sebuah organisasi yang merupakan cikal bakal
dari Partai Komunis Indonesia. Pada bulan Maret 1920, Tan Malaka menerbitkan
tulisan yang berjudul Tanah Orang Miskin, sebuah karya tulis pertamanya yang
dimuat dimedia massa yang bernama Het Vrije Woord. Dalam tulisan tersebut, Tan
Malaka menceritakan tentang perbedaan mencolok, terutama dalam hal kekayaan,
antara kaum kapitalis dan pkerja. Tan Malaka melihat ada jarakpemisah yang
sangat lebar dan tak terjembatani diantara keduanya. Setelah itu, ia kembali
memuat tulisannya di sumatera pos. Kali ini tulisannya menyinggung tentang penderitaan
para kuli yang bekerja dikantung-kantung usaha milik Belanda. Tidak lama
setelah itu, Tan Malaka menjadi calon Volksraad yang mewakili kaum kiri. Dalam
pemilihan yang digelar pada tahun tersebut, ia mendapatkan kemenangan. Akan
tetapi, tidak lama menjabat, Tan Malaka memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya, tepatnya pada tanggal 23 Februari 2001.
Tan Malaka dikenal sebagai seorang
pemikir beraliran kiri. Ia pernah menjadi pemimpin Partai Komunis Indnesia
sekaligus segagai pendiri Partai Muba. Bagi Indonesia, Tan malaka merupakan
salah satu pahlawan yang mampu mempersembahkan kemerdekaan bagi tanah airnya.
Sebagai intelektual yang jeli melihat kondisi sosial masyarakat, Tan Malaka
gencar mengkritik pemerintahan, baik ketika masa kolonial Hindia-Belanda
maupun ketika bangsa Indonesia merdeka,
terutama ketika Indonesia berada pada
kepimpinan Soekarno. Perjuangan Tan Malaka harus berakhir ketika ia terbunuh di
Kediri Jawa Timur, yaitu pada tanggal 19 Februari 1949. Pemerintah Indonesia
memberikan gelar Pahlawan Nasional terhadap dirinya melalui ketetapan Presiden
RI.No.53 Tanggal 23 Maret 1963.
Kiprah dan Pemikiran Politik Tan
Malaka
Ketika mulai terjun di dunia politik,
Tan Malaka dikenal sebagai sosok aktivis pejuang kemerdekaan yang militan dan
revolusioner. Dalam perjuangannya, ia melahirkan pemikiran-pemikiran yang
berbobot dan berpengaruh besar terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pemikiran-pemikiran Tan Malaka yang revolusioner menjadikan dirinya tampil
sebagai sosok yang tangguh dan gigih dalam berjuang melawan pemerintahan. Ia
tidak segan-segan mengkritik pemerintah yang tidak sesuai dengan pemikirannya,
baik pada masa pemerintahan Belanda maupun masa pemerintahan Soekarno.
Meskipun seorang komunis, namun Tan
Malaka sering sekali bertentangan dengan kepemimpinan Partai Komunis Indonesia.
Karakternya yang suka memberntak, ternyata mulai diwaspadai oleh para pihak
penguasa kala itu. Bahkan, ia kerap ditangkap dan dipenjarakan. Dengan
demikian, banyak yang mengatakan kehidupan Tan Malaka dihabiskan dalam
masa-masa pembuangan dan pengasingan. Sudah beberapa penjara yang ia singgahi.
Untuk melewati masa-masa genting itulah,
Tan Malaka mulai menuangkan pemikran-pemikirannya dalam bentuk tulisan. Bahkan,
melalui pemikran-pemikirannya yang berbobot ia mmapu membangun jaringan gerakan
komunis internasional. Dalam jaringan tersebut, Tan Malaka mulai menyerbarkan
pemikiran-pemikiran revolusionernya untuk melawan praktik penjajahan.
Berbagai bentuk perjuangan Tan Malaka
memebrikan sumbangsih yang cukup besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Dengan
demikian, selian kepada Soelkarno, masyarakat Indonesia juga harus
berterimakasih kepada Tan Malaka. Atas jasa-jasanya, masyarakat Indonesia dapat
bernafas lega setelah ratusan tahun hidup dibawah cengkraman kolonialisme.
Terlepas dari hal itu, jika dibandingkan
dengan para tokoh pejuang lainnya, Tan Malaka lebih cenderung sebagai pemikir
ketimbang berbgerak di wilayah politik praktis. Meskipun demikian, pernyataan
itu tidak lantas mendiskreditkan peran serta Tan Malaka dalam dunia politik.
Ketika melihat kondisi Indonesia yang mengalami krisis sosial yang akut, Tan
Malaka memilki keinginan untuk menciptakan sebuah revolusi sosial. Hal itu
dimaksudkan untuk mengusir para penjajah yang menurutnya telah mengisap
kekayaan negerinya.
Untuk meraih cita-citanya tersebut, Tan
Malaka kemudian mencetuskan berbagai macam konsep pemikiran yang dapat
dijadikan sebagai landasn perjuangan kemerdekaan masyarakat Indonesia. Sejak
saat itu, kiprah dan pemikiran seorang Tan Malaka mulai di[perhitungkan bahkan
dianggap mulai membahayakan pemerintah Belanda. Pemikiran dan propogandanya
dikhawatirkan dapat membangunkan semangat rakyat untuk melawan Belanda. Oleh
karena itu ia segera diasingkan ke Belanda.
Sesampainya di Belanda, sebagai seorang
revolusioner dengan pemikran-pemikirannya yang brilian, ia langsung direkrut
olehh partai komunis Belanda yang hendak mengikuti pemilihan parlemen. Tak
ayal, Tan Malaka menjadi orang Indonesia pertama yang dicalonkan sebgai Anggota
Parlemen Belanda dan ia pun menang dalam pemilihan tersebut. Secara resmi, ia
menjadi Anggota parlemen Belanda yang mewakili daerah Hindia Tan Malaka. Dengan
jabatan tersebut, Tan Malaka semakin leluasa untuk menyampaikan ide gagasannya.
Pernah dalam senuah pidatonya yang disampaikan dihadapan anggota partai komunis
ia menyerukan agar mereka mengadkqan kerja sama dengan gerakan Pan-Islamisme.
Selain itu, pada masa-masa
pembuangannya tersebut, Tan Malaka pernah menerbitkan sebuah buku yang berjudul
Republik Rumah Indonesia (1924). Dalam buku ini Tan Malaka menegaskan bahwa
Hindia Belanda harus segera menuju Republik Indonesia. Akan tetapi, yang perlu digaris
bawahi bahwa negara republikk yang dikendaki Tan Malaka tidak mengacu pada
trias politiknya montesquieu. Republik yang dimasksudkan Tan Malaka adalah
sebuah negara yang efisien yang berada dibawah kendali organisasi.
Lebih jauh lagi, dalam buku tersebut
mengungkapkan bahwa dirinya tidak mempercayai sistem pemerintahan parlemen.
Sebuah pemerintahan yang menerapkan sistem parlemen, yaitu eksekutif,
legislatif, dan yudikatif, bagi Tan Malaka hanya akan memunculkan
kekuasaan.intinya jika, orang yang membuat undang-undang dengan pelaksana
undang-undang terpisah, maka kemungkinan besar hukum yang ditetapkannya pun
akan jauh dari realitas.
Pada dasarnya, dalam buku itu Tan Malaka
merancang berbagai program perjuangan yangb lebih ditujuakan kepada PKI. Tan
Malaka menginginkan agar PKI segera mengambil alih pimpinan kaum revolusioner
dan menentukan strateginya demi menggulingkan kolonialisme dari bumi Indonesia.
Meski demikian,dalam buku itu juga menegaskan bahwa PKI bukanlah sebuah partai
yang ekslusif, anti agama dan sosial. Akan tetapi, Tan Malaka memaknai komunis
yang dianutnyan adalah bersifat nasionalis dan mendukung setiap perjuangan
seluruh masyarakat Indonesia.
Hal itulah yang kemudian menjadi landasan
Tan Malaka untuk menyesalkan terjadinya pemberontakan PKI 1926. Menurutnya,
kejadian tersebut menunjukkan bahwa kaum PKI di Indonesia tdak memperhatikan
seruan-seruan Tan Malaka dalam buku tersebut. Selain ditujukkan untuk PKI, buku
itu juga ditujukan untuk kaum muda pergerakan yang ada di Belanda dan
Indonesia. Tan Malaka meminta mereka untuk mendiskusikan buku tersebut. Saat itu
kelompok-kelompok diskusi para kaum muda pergerakan yang ada di Bandung
langsung membedah dan memperdebatkan buku Tan Malaka tersebut. Bahkan Bung
Karno merupakan salah satu peserrta yang begitu aktif dalam forum-forum diskusi
itu.
Banyak
yang mengatakan bahwa dalam tulisan Bung Karno yang berjudul “Indonesia
menggugat” banyak mengutip atau terinspirasi dari ide-ide Tan Malaka tersebut. Tidak
hanya Bung Karno, kaum pelajar di Jakarta, misalnya Sugondo Djojopuspito, Karim
Pringgodigdo, Maruto Nitimihardjo, Amir Syarifuddin Harahap, Sumitro
Reksodiputro, Abu Hanifah, dan Sumanag, juga mengakui bahwa buku Tan Malaka
telah memompa dan membangkitkan semangat perjuangan mereka.
Dalam buku tersebut, Tan Malaka
menjelaskan berbagai macam konsep perjuangan dalam melawan kolonialisme. Akan tetapi,
yang menjadi titik tekan Tan Malaka dalam bukunya adalah sebuah perjuangan yang
digerakkan oleh massa. Ini dimaksudkan untuk mengajak seluruh lapisan
masyarakat Indonesia untuk turut serta dalam perjuangan melawan Belanda. Dengan
begitu, maka tidak mustahil masyarakat agar segera menemukan kemerdekaannya.
sumber:EffendiSulaiman.2014.KiprahdanPemikiranPolitikTokoh-TokohBangsa.Yogyakarta:IRCiSoD.
sumber:EffendiSulaiman.2014.KiprahdanPemikiranPolitikTokoh-TokohBangsa.Yogyakarta:IRCiSoD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar