Kirtik Atas Akal Budi Praktis
Prinsip-prinsip
praktis adalah proposisi-proposisi yang berisi ketentuan umum kehendak, yang
memiliki beberapa aturan praktis. Prinsip-prinsip itu bersifat subjektif,
ketika kondisi ini oleh subjek dianggap sahih hanya bagi kehendaknya sendiri.
Prinsip-prinsip itu bersifat objektif, merupakan hukum praktis, ketika kondisi
tersebut oleh diketahui objek, yakni sahih untuk kehendak setiap makhluk
rasional.
Semua
aturan praktis yang material menempatkan dasar bagi determinasi kehendak
didalam hasrat tingkat rendah, dan jika tidak ada hukum formal murni tentang
kehendak yang mencukupi untuk menentukan kehidupan, kita tidak dapat mengakui
(eksistensi dari) hasrat tingkat tinggi.
Materi
sebuah prinsip praktis adalah objek dari kehendak. Jika objek ini adalah dasar
penentu, aturan tentang kehendak tunduk pada syarat empiris, oleh sebab itu
aturan tersebut bukan hukum praktis. Jika semua materi sebuah hukum, yakni
setiap objek dianggap sebagai dasar bagi determinasinya, diabstarksikan dari
objek ini, tidak ada yang tersisa kecuali sekedar bentuk yang memberi hukum
universal. Maka dari itu, seorang makhluk rasional tidak dapat menganggap
prinsip-prinsip (maksim-maksim) praktisnya yang subjektif sebagi hukum-hukum
universal, atau dia harus beranggapan bahwa bentuk-bentuk prinsip tersebut,
yang dengannya prinsip-prinsip itu cocok untuk menjadi hukum-hukum universal,
adalah apa yang membuat prinsip-prinsip tadi jadi sebuah hukum praktis.
Kaidahnya
adalah bahwa maksim kehendak kita selalu dapat pada saat yang sama menjadi
sebuah prinsip yang membentuk hukum universal.Akal budi dengan sendirinya
bersifat praktis, dan ia memberi manusia sebuah hukum universal , yang dapat
kita sebut dengan hukum moral.
Objek
tunggal akal budi praktis adalah kebaikan dan kejahatan. Kebaikan, dipahami
orang sebagai suatu objek yang selalu ada dalam hasrat, dan kejahatan dipahami
orang yang selalu ada dalam hasrat, dan kejahatan dipahami orang sebagai objek
yang selalu ada dalam kebencian, dan keduanya didasarkan atas prinsip akal
budi. Namun kebaikan atau kejahatan selalu mengindikasikan satu relasi dengan
kehendak sejauh dengan kehendak itu ditentukan oleh hukum akal untuk menjadikan
sesuatu sebagai objeknya, karena kehendak tidak pernah secara langsung ditentukan
oleh objek dan konsepsi diatasnya; namun kehendak adalah suatu kemampuan yang
dapat menciptakan suatu objek dan konsepsi menjadi nyata. Jadi, kebaikan atau
kejahatan sebenarnya mengacu kepada tindakan bukan kepada kondisi sensorik
seseorang
Hukum
moral sebagai suatu dasar penentu formal tindakan melalui akal murni budi
praktis, dan terlebih lagi sebagai suatu materi meskipun sepenuhnya menjadi
dasar penentu yang murni objektif dari objek tindakan (dengan sebutan kebaikan
dan kejahatan), juga sebagai suatu subjek determinatif. Dengan demekian, hukum
moral menjadi pendorong darin tindakan ini, karena ia mempengaruhi sensibilitas
subjek dan mempengaruhi perasaan yang meningkatkan pengaruh hukum terhadap
kehendak. Dalam subjek tidak ada perasaan sebelum ini yang cenderung mengarh
pada moralitas; ini mustahil karena semua perasaan bersifat inderawi, dan
pendorong adanya diposisi moral harus bebas dari segala syarat inderawi. Namun,
perasaan inderawi, yang merupakan basis semua kecenderungan yang melekat pada
diri kita, merupakan kondisi perasaan tertentu yang disebut dengan respek,
namun sebab yang menentukan perasaan ini terdapat didalam akal budi praktis
murni; karena asal usulnya, perasaan tertentu ini tidak dapat dikatakan
dipengaruhi secara praktis. Karena ide tentang hukum moral menghalangi pengaruh
cinta diri dan delusi kesombongan diri, ia menghilangkan segala hambatan menuju
akal budi murni dan menghasilkan sensibilitas; ia meningkatkan bobot hukum
moral, dalam penilaian akal budi, dengan menghapuskan bobot tandingan hukum
moral yang lahir dari satu kehendak yang dipengaruhi oleh sensibilitas.
Dengan
demikian, penghargaan terhadap hukum bukan pendorong dari moralitas itu
sendiri, secara subjektif dipandang sebagai suatu pendorong, sebagaimana yang dilakukan
oleh akal budi parktis, dengan menolak semua klaim lawan tentang cinta diri,
memberikan otoritas dan kedaulatan mutlak kepada hukum. Harus diperhatikan
bahwa , ketika efek mempengaruhi sensibilitas mahluk rasional, ia mengandaikan
adanya keinderawian dan keterbatasan manusia yang menjadi sasaran pemaksaan
penghargaan terhadap hukum; dengan demikian, penghargaan hukum tidak dapat
dilekatkan pada entitas tertinggi atau bahkan pada sesutu yang bebas dari semua
sensibilitas, karen apada mahluk tersebut tidak mungkin ada hambatan bagi akal
budi praktis.
Kritik
pada buku ini adalah kelebihannya adalah materi sudah bagus dan sesuai dengan
judulnya lengkap menjelaskan gambaran dari judul buku, namun kekurangannya
adalah bahasanya sangat sulit banyak sekali bahsa-bahasa yang memang multi
tafsir sehingga bagi saya pembaca awam sulit memahaminya.
Sumber:KantImmanuel.2005.KirtikAtasAkalBudiPraktis.Yogyakarta:PustakaPelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar